Rabu, 07 Desember 2016

Berangkat ke Ibu Kota Jakarta

Setelah lulus sekolah saya menetap di rumah, mencoba usaha sendiri. Tidak seperti teman-teman lainnya yang satu persatu meninggalkan kampung halaman untuk merantau. Saya mencoba membuka usaha saya sendiri, usaha saya adalah jasa sablon.

Memang menyenangkan jika hobi bisa di jadikan pekerjaan, hobi menyablon di dapat sejak saya duduk di bangku SMP kelas 1. Awalnya, saya hanya menonton atau sekedar membantu mas mul yang memiliki usaha sablon tersebut. Mas mul adalah pemilik usaha sablon sekaligus distro "Dark Bunker", dia adalah orang yang baik. Saya sering main ke distronya, karena saat itu saya juga memiliki band. Kehidupan anak band yang lekat dengan distro, sablon, dan studio membuat saya tertarik mempelajari cara menyablon.

Lama-kelamaan saya menemukan keasyikan tersendiri, saya mulai jatuh cinta pada dunia percetakan sablon ini. Akhirnya saya mulai menabung untuk membeli beberapa peralatan sablon sendiri, saya pun mulai mempraktekan ilmu yang saya dapat dari tempat mas mul tersebut. Tetapi, karena masih sekolah. Ibu menyuruh saya untuk fokus sekolah dan berhenti menyablon. Ya, saya tidak bisa menolak keinginan seorang ibu.

Tidak bisa di pungkiri bahwa saya di besarkan dengan ideologi PUNK. Anti kemapanan, anti sosial, dan anti kapitalis adalah paham yang sudah ditanamkan di otak saya sejak kecil. Hal ini membuat saya tumbuh menjadi orang yang sederhana dan kritis. Paham yang lain adalah Do It Yourself (DIY) yang artinya semua hal bisa di buat atau di lakukan sendiri tanpa bergantung pada korporasi, dalam artian bahwa kita harus menghindari perilaku konsumtif yang hanya akan memperkaya para pelaku korporasi. Semua hal di atas di dapat karena saya hidup di lingkungan yang isinya orang-orang hebat.

Paham-paham tersebut mempengaruhi saya ketika saya lulus sekolah. Setelah lulus sekolah mau tidak mau saya harus memiliki mata pencaharian, ada dua pilihan. Bekerja kepada orang lain menjadi budak yang di perah keringat dan darahnya atau membuka usaha sendiri yang jalannya di tentukan oleh jalan pikiran saya sendiri. Saya pilih opsi kedua. Usaha tersebut saya jatuhkan pada jasa sablon, berbekal ilmu yang dulu di dapat dari mas mul dan peralatan sablon yang dulu pernah saya beli. Kemudian ada tambahan sedikit modal dari tabungan yang di dapat dari menyisihkan uang saku.

Ya, lembaran baru telah di mulai. Sepercik api sudah di nyalakan untuk membakar semangat ini. Promosi di media sosial di gencarkan yang berbuntut beberapa pesanan sablon mampir. Entah pembukuan yang kurang baik atau manejemen uang yang buruk, untung dari usaha ini tidak pernah terasa.

Lambatnya perkembangan usaha membuat saya berada pada keadaan yang buruk. Beberapa orang pun mulai menggoda saya dengan menawarkan pekerjaan, dan akhirnya saya pun tergoda untuk mengabdi pada salah satu sekolah swasta untuk bekerja menjadi teknisi jaringan. Ya, pekerjaan ini memang di butuhkan untuk menjaga jaringan internet sekolah tetap terhubung dan stabil. Sudah sebulan saya bekerja, sebagaimana seorang karyawan pada umumnya, yang di tunggu-tunggu adalah gaji. Gaji tidak di berikan tepat waktu karena mundur sampai 2 minggu. Dan ketika hari itu datang, saya mendapat amplop yang berisi gaji saya sebulan dan saya buka amplop tersebut, uang sebesar Rp. 300.000,- saya dapatkan. Hati saya sangat sakit, ini karena uang untuk membeli bensin saja perbulan habis sekitar Rp. 500.000,- maklum karena jarak rumah saya ke tempat kerja sekitar 18km.

Karena kecewa, saya memohon untuk mengundurkan diri. Setelahnya saya mencoba mendaftar pekerjaan di tempat lain, gudang toko sampai provider internet juga pernah saya coba. Tetapi sayang, semuanya menawarkan gaji yang kecil dan saya juga masih berpegang pada prinsip untuk tidak menjadi budak korporasi. Saya coba kembali pada usaha sablon tersebut, tetapi modal sudah habis. Sebuah pesawat jet tanpa bahan bakar tak akan pernah bisa terbang, tentu saja.

Usaha memburuk, begitu juga dengan saya. Saya merasa ini adalah turunnya roda kehidupan, tetapi saya masih bersyukur karena masih di beri nafas. Keadaan semakin memburuk ketika laptop saya rusak. Baiklah, jika usaha sablon mati masih ada laptop untuk mencari sedikit rupiah dengan menjual software. Tetapi jika laptop juga ikut mati, maka tertutuplah semua jalan yang ada. Saya merasa sangat hancur, kebingungan dan panik.

Akhirnya, terpaksa saya harus membuang prinsip saya itu dan mencari pekerjaan. Bisa di bilang saya tidak pernah kesulitan mencari pekerjaan, selalu ada orang-orang baik yang membantu. Istri kakak saya memberitahu pada saya bahwa di perusahaannya sedang membutuhkan photo editor, tentu saja saya tertarik. Saya mengirimkan email berisi scan ijazah, ktp, dan dokumen pendukung lainnya. Beberapa hari kemudian, saya di suruh berangkat ke jakarta.

Pada tanggal 14 April 2016, saya berangkat dari kampung halaman menuju ibu kota Jakarta menggunakan kereta api. Naik dari stasiun gandrungmangu, sekitar 10 km dari desa saya, Kawunganten. Ada sedikit cerita garing sebelum saya berangkat ke stasiun. Saat itu saya sedang mencukur kumis, belum juga selesai mencukur kumis, tiba-tiba ibu memanggil saya untuk memilih baju mana saja yg akan di bawa. Sontak saya pun bergegas memilih baju dan paakk paakk paakk, semua rapih dan packing selesai. Di depan bapak sudah menunggu siap mengantar saya ke stasiun. Saya bergegas membawa tas dan naik ke motor bersama bapak, di jalan saya merasa ada yg mengganjal di hati. Ya, saya baru selesai mencukur separuh kumis saya. Jadi, yang sebelah kiri bersih dan yang kanan tebal. Saya tidak mungkin meminta bapak untuk kembali karena sudah telat, kemudian, sesampainya di stasiun saya bilang sama bapak. "Pak, lihat kumisku baru separo", sontak bapak tertawa geli, parahnya lagi saya harus menukar tiket ke loket dengan muka berkumis separuh. Mbak kasir di loket pun ikut tertawa, ahhh sial. Untungnya aku ingat, aku memasukan pisau cukurku ke dalam tas. Akhirnya aku buka dan cari pisau pencukur itu, viola! Ketemu! Aku selesaikan proses mencukur kumisku ini. Dan kini semua terkendali!

Sekitar 20 menit saya menunggu kereta, dan ketika kereta datang saya bergegas naik dan mencari kursi sesuai nomor kursi di tiket. Beruntung saya berada di gerbong yang sepi, sehingga terasa lega, pelayanan dari petugas keretanya pun baik. Beberapa penumpang asyik mengobrol, ada yang cerita masalah keluarga, politik, bahkan jihad di jalan tuhan pun di bicarakan. Semuanya di bicarakan, sementara saya hanya diam mendengarkan. Sekitar 9 jam yang membosankan, akhirnya saya tiba di stasiun pasar senen. Pemberhentian terakhir kereta ini. Saya keluar dari kereta dan memesan ojek online, yaap tidak lama kemudian driver ojek menelpon saya menanyakan posisi dan ciri-ciri saya. Saya meminta driver masuk ke komplek stasiun, tetapi driver menolak dengan alasan keamanan. Akhirnya saya yang mengalah keluar dari stasiun. Saat keluar, saya di hadang oleh pria berbadan kekar tapi lebih pendek dari saya. Dengan muka masam, dia menanyakan saya mau kemana. Saya jawab, tidak kamana-mana hanya ke depan. Dia pun berpaling dan pergi. Saya bertemu dengan driver ojek tersebut, dan saya di antar sampai kontrakan kakak saya di Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Ini pengalaman pertama saya ke Jakarta seorang diri.

Sesampainya di kontrakan, saya di sambut dengan baik oleh kakak dan istrinya. Hari berikutnya saya memenuhi panggilan untuk review, seperti biasanya saya di tanyai berbagai pertanyaan menyangkut skill dan pengalaman saya. Saya juga di test menggunakan aplikasi photoshop, semuanya saya kerjakan dan lolos. Saya di terima kerja pada tanggal 19 April 2016. 3 bulan kemudian saya di kontrak oleh perusahaan. Saya menikmati pekerjaan ini. Setiap gajian saya mengganti komponen laptop saya yang rusak, kini laptop saya sudah bisa di pakai dan normal kembali. Bahkan lebih baik dari sebelumnya karena saya melakukan upgrade beberapa komponen. Semuanya berjalan seperti biasanya, normal dan menyenangkan. Uang dari gajian separuhnya saya kirimkan ke orang tua di rumah, sisanya saya tabung. Sekarang tinggal menunggu kontrak kerja selesai. Mau tambah kontrak kerja atau berhenti dan pulang kembali ke kampung, saya belum tahu. Masa depan adalah misteri yang penuh kejutan, kita tidak bisa menduga. Hal yang paling bijak untuk di lakukan adalah mensyukuri setiap detik waktu yang di berikan tuhan.

Sekian, terimakasih.

Em Suryadi

Show Comments